Menyebar Kebaikan, Meretas Kebahagiaan
Sabtu, 28 Juni 2014
Selasa, 27 September 2011
Nikmatnya Kejujuran
"Kejujuran ibarat orang minum jamu; pahit dan getirnya hanya sebatas kerongkongan. Setelah itu, yang terasa adalah semangat hidup akan menyala-nyala. Sebaliknya, kebohongan ibarat orang minum sirup; manis dan nikmatnya hanya sebatas bibir dan kerongkongan. Setelahnya, yang terasa hanyalah panas sariawan saja...."
(Arif Budiman, S.S.; February 02, 2011)
Kejujuran dan kebohongan; dua kata yang saling bertolak belakang. Satu putih, satu hitam. Satu dipuja, satu dicerca. Satu yang langka, satu yang 'biasa'. Begitulah elegi dua kata ini bercerita.
Kedua kata membumbui historia manusia, sepanjang masa. Dari keduanya, cerita berakhir dengan suka dan derita; konflik dan intrik. Damai dan perang bermula dari kedua kata; maknanya sering terdistorsi oleh kepentingan semu semata. Dengan dasar dan dalih menjaga wibawa sebatas syak wasangka, makna kedua kata diputarbalik dengan sengaja. Ujung-ujungnya bisa menghilangkan nyawa tak berdosa dan papa.
****************
Gambaran di atas mungkin sedikit berlebihan. Fakta yang berbicara justru mengindikasikan yang demikian. Kejujuran dan kebohongan sudah dibolak-balik dan diobrak-abrik maknanya; yang tertinggal sekarang hanyalah sepah-sepah tak berguna pengoyak rasa.
Kejujuran sekarang ibarat "barang langka"; orang yang masih setia dan teguh kepadanya pun masuk kategori "manusia purba dan langka". Sebaliknya, kebohongan sudah dianggap "biasa" - seperti kebutuhan ekstra. Aneh rasanya bila masih ada manusia di zaman ini yang polos, lugu, jujur dan "apa adanya". Justru manusia pembohong dianggap "raja" melebihi segalanya.
Orang jujur, seringkali dijadikan "objek"; bukan "subjek". Orang jujur seringkali dijadikan "budak" - setidaknya kelinci-kelinci percobaan dalam percaturan kehidupan zaman untuk kemudian menjadi kambing hitam dalam menutupi sebuah kebohongan. Orang jujur juga seringkali dianggap "benalu" sehingga perlu "disingkirkan secara sistematis, metodis dan terpadu". Pun orang jujur seringkali tak dianggap "ada" walaupun mereka ada; tak "digubris" walaupun mereka "kritis". Atau setidaknya, orang jujur dihambat untuk melakukan sesuatu - yang baru dan bermanfaat - meski mereka tidak pernah menghambat.
Lain halnya dengan orang yang tidak jujur alias pendusta lagi pembohong - setidaknya yanhg "mengaku jujur". Mereka sering sebagai "subjek" kehidupan moderen. Mereka cenderung mendayagunakan segalanya - yang putih dan yang hitam - untuk menggapai tujuan-tujuan. Mereka bangga akan "prestasi" seperti ini; prestise. Kalau perilaku bobrok mereka terkuak - sengaja atau tidak - barulah mereka kelabakan dan centang-perenang lalu kasak-kusuk menutupi bahkan mencari kambing hitam (bukan kambing yang bulunya berwarna hitam, Red).
Orang jujur adalah orang yang damai dan mendamaikan; orang yang ikhlas dalam ketaksempurnaan sebagai manusia biasa. Orang yang menang meskipun kelihatan pecundang. Orang yang berjiwa tangguh meskipun kelihatan "rapuh". Orang yang memulihkan jiwa meskipun sering terpapar derita. Orang yang mampu merasakan kenikmatan keajaiban dalam tindakan rencananya. Orang yang mampu "bermain mulus" dan melalui "perangkap kontradiksi" yang menjatuhkan dengan anggun dan sabar.
Meski demikian, kejujuran juga sering memakan "korban"; setidaknya hubungan kekerabatan atau pertemanan yang bisa hilang di balik awan, terbawa bersama indahnya kenangan. Mungkin itu juga yang membuat sebagian orang berpaling dari kejujuran; tidak bersedia mengalami kehilangan. Atau setidaknya, mereka ragu - meragukan janji Yang Maha Satu. Dilema besar meski harus dilalui dengan sabar dan tegar....
"Hanya orang jujur yang bisa menikmati indahnya dan damainya dunia dan jiwa...."
Arif Budiman, S.S.
Bukittinggi - 27 September 2011
Sabtu, 27 Agustus 2011
Mario Teguh Super Point 49 - Pelemah Jiwa vs Penguat Jiwa?
"Orang yang meyakini bahwa nasibnya buruk,
akan menjadi orang pertama yang meragukan
kemungkinan perbaikan hidupnya.
Dia mempertahankan sikap
yang telah melemahkan kehidupannya itu,
dengan sangat kuat, sampai belasan
atau bahkan puluhan tahun.
Hanya pribadi yang cerdas,
yang tahu bahwa pasti ada yang salah,
jika dia harus hidup lemah selama itu.
Maka,
Janganlah mempertahankan sikap
yang tidak menyejahterakan."
Mario Teguh
akan menjadi orang pertama yang meragukan
kemungkinan perbaikan hidupnya.
Dia mempertahankan sikap
yang telah melemahkan kehidupannya itu,
dengan sangat kuat, sampai belasan
atau bahkan puluhan tahun.
Hanya pribadi yang cerdas,
yang tahu bahwa pasti ada yang salah,
jika dia harus hidup lemah selama itu.
Maka,
Janganlah mempertahankan sikap
yang tidak menyejahterakan."
Mario Teguh
Mengeluh adalah sifat alami manusia. Mengeluh adalah ekspresi tentang sebentuk 'keyakinan' akan nasib yang kurang atau tidak baik. Mengeluh adalah manusia...!
Mengeluh membawa pengertian bahwa sebuah cita-cita dan harapan besar tidak akan bisa terwujud. Mengeluh terjadi dalam setiap tantangan dan rintangan; tidak peduli kecil atau besar. Mengeluh akan nasib membawa 'penderitanya' menjadi gloomy and doomy (suram dan malang); tak menyisakan semangat dan harapan...!
Manusia itu memang makhluk yang unik; meskipun mengeluh akan bernasib buruk, dia tetap bisa 'berkarya' menghasilkan sesuatu - karya seni misalnya. Entah itu dalam bentuk novel, musik, puisi, lukisan, sinema dan sebagainya. 'Ironisnya', sebagian besar tema yang 'diangkat' adalah yang berbau 'mengeluh' yang berisi kesuraman dan kemalangan. Topiknya pun bermacam-macam; tapi tak terlepas dari CHT (baca: Cinta, Harta dan Tahta). Semuanya - atau sebagiannya - terangkum dalam gurindam sejarah kehidupan yang berkarya.
Arif Budiman, S.S.
Rabu, 24 Agustus 2011
Belajar dari Kesalahan
"Orang yang mengeluhkan
kesalahan yang sama,
pasti karena tidak belajar
dari kesulitan yang disebabkan
oleh kesalahan yang sudah sering dibuatnya.
kesalahan yang sama,
pasti karena tidak belajar
dari kesulitan yang disebabkan
oleh kesalahan yang sudah sering dibuatnya.
Melakukan kesalahan
pada tingkat yang tinggi,
bisa lebih mulia daripada
tidak melakukan kesalahan
dalam kehidupan kecil
yang penuh kekhawatiran.
Hidup ini untuk mencapai kebenaran,
dengan keberanian untuk menghadapi kesalahan,
dan tumbuh karenanya."
Mario Teguh
pada tingkat yang tinggi,
bisa lebih mulia daripada
tidak melakukan kesalahan
dalam kehidupan kecil
yang penuh kekhawatiran.
Hidup ini untuk mencapai kebenaran,
dengan keberanian untuk menghadapi kesalahan,
dan tumbuh karenanya."
Mario Teguh
Mengeluh...; salah satu tabiat alami makhluk bernama manusia. Mengeluh...; tentang apa-apa yang dirasa tidak mengenakkan dan menyejukkan. Mengeluh...; tentang apa-apa yang dirasakan begitu membebani dan melelahkan. Mengeluh...; tentang apa-apa yang dirasa 'mustahil' untuk dilakukan dan diwujudkan....
Setiap orang pasti pernah mengeluh; entah sengaja atau tidak. Entah karena 'keadaan' atau karena memang tidak mampu. Mengeluh adalah satu cara ampuh untuk menunjukkan ketidakberdayaan diri dan mengharapkan welas asih orang lain. Namun mengeluh punya efek lain - jika benar-benar diperspektifkan dan diberdayakan dalam artian yang positif; belajar dan belajar untuk tumbuh bersama kesalahan dan kegagalan.
"Belajar" dan "mengeluh" memang dua kata yang sangat kontra. Satu menunjukkan makna semangat yang tinggi untuk terus berkarya dan mengembangkan diri; sementara yang satunya lagi mematahkan semangat untuk tetap berkarya dan berharap. Keduanya ada dalam diri setiap manusia. Berbuat kesalahan? Ya, memang manusia tak pernah terlepas dari hal itu.
Seseorang tidak akan mungkin bisa menjadi 'ahli' dalam suatu bidang tanpa belajar. Sebelum belajar, dia sadar dan tahu betul kalau dia masih 'hijau'; dia pun mengeluhkan hal itu. Dia segera berencana, melaksanakan, merasakan, berharap dan berfikir tentang hal-hal besar - seperti seorang expert. Dia menemukan begitu banyak keajaiban di sana; entah darimana datangnya - bahkan hal-hal yang tidak pernah terlintas di alam pikirannya selama ini. Dia merasakan kebahagiaan dan semangat. Namun pada sisi lain, ada begitu banyak rintangan dan halangan hingga membuatnya 'perlu' sedikit 'mengeluh' untuk kembali termotivasi. Pada akhirnya nanti, dia yakin akan berhasil; cepat atau lambat.
Ilustrasi di atas kelihatannya begitu 'klasik'; tidak sepenuhnya begitu. Melakukan kesalahan pada tingkat tinggi pada hakikatnya memang bisa lebih mulia dan memuliakan daripada hanya diam dan berpangku tangan; terpaku pada kehidupan kecil yang penuh diselimuti awan kekhawatiran. Anak-anak muda - dan berjiwa muda - pantang sekali akan hal ini. Mereka suka berbuat kesalahan dan tumbuh bersamanya....
Arif Budiman, S.S.
Selasa, 16 Agustus 2011
Mario Teguh Super Point 48 - Be Brave!
"Keberanian adalah salah satu
kualitas utama seorang pemimpin.
Orang biasa yang jujur dan berani melakukan
yang ditakuti oleh kebanyakan orang,
akan tampil dan naik sebagai pemimpin.
Perhatikanlah bagaimana orang-orang
yang seharusnya menjadi pembesar,
berlaku dengan keberanian kecil
karena hutang keburukan dalam pergaulannya.
Ketidak-jujuran adalah perusak keberanian."
Mario Teguh
kualitas utama seorang pemimpin.
Orang biasa yang jujur dan berani melakukan
yang ditakuti oleh kebanyakan orang,
akan tampil dan naik sebagai pemimpin.
Perhatikanlah bagaimana orang-orang
yang seharusnya menjadi pembesar,
berlaku dengan keberanian kecil
karena hutang keburukan dalam pergaulannya.
Ketidak-jujuran adalah perusak keberanian."
Mario Teguh
Mungkin kita semua pernah mendengar atau membaca kata-kata mutiara berikut: "Berani karena benar; takut karena salah...". Berani karena sesuatu yang dilakukan itu benar dan baik; sebaliknya takut kalau sesuatu yang dilakukan salah menurut yang seharusnya. Atau (mungkin) sebuah hadits shahih: "Katakanlah yang sebenarnya walaupun itu pahit...". Berani mengatakan atau melakukan sesuatu walaupun nanti akan mendapatkan sesuatu yang pahit.
"Berani" dan "Benar" adalah pasangan sejati. Keduanya tak dapat dipisahkan; andaikan (bisa) dipisahkan, maka maknanya tidak akan lengkap dan terdistorsi. Sementara "jujur" adalah 'mas kawinnya'. Ketiganya akan membawa suatu perubahan dari skala kecil hingga besar; baik tingkat pribadi-pribadi maupun global. Ketiganya adalah jaminan mutu sebuah kepemimpinan.
Berapa dan betapapun resiko dan tantangannya, orang-orang dengan kualitas seperti ini akan tampil 'luar biasa'. Mereka melakukan sesuatu yang banyak ditakuti dan dijauhi kebanyakan orang; sesuatu yang baru; sesuatu yang banyak dicela. Padahal, mereka hanyalah sekumpulan orang-orang biasa; manusia akhir zaman....
Kegagalan yang mereka alami hanya sebatas "cambuk" untuk berbuat lebih; lebih baik, lebih besar, lebih terencana, lebih matang dan lebih bermanfaat. Sesungguhnya tak ada yang sia-sia bagi mereka; semuanya bisa dimanfaatkan - bahkan sesuatu yang 'najis' sekalipun. Mereka percaya bahwa setiap ciptaan itu adalah keajaiban; karena memang diciptakan dengan keajaiban.
Ada baiknya kita menyimak kata-kata mutiara seorang John Fitzgerald Kennedy, presiden Amerika Serikat ke-35 sekaligus yang termuda diantara presiden-presiden Negara Adidaya itu. Beliau berkata: "Hanya orang yang berani gagal total, akan meraih keberhasilan total...". Artinya, orang-orang yang berani mengambil resiko maksimal akan meraih kesuksesan maksimal. Dan biasanya, hanya orang-orang muda-lah yang memiliki semangat seperti ini. Pemuda adalah pengubah dunia.
"Selamat Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ke-66"
Arif Budiman, S.S.
Sabtu, 06 Agustus 2011
Mario Teguh Super Point 47 - Success Is My Right
"Bagi hati yang enggan, tidak ada yang mudah.
Bagi hati yang ceria, semua bisa dilaksanakan.
Semua yang hanya diimpikan tanpa tindakan,
akan menjadi penggelisah hati.
Sesungguhnya,
Keberhasilan itu dekat, bagi yang rajin,
tapi jauh bagi yang malas.
Maka,
Bermimpilah yang sebesar-besarnya,
tapi bersegeralah untuk mengerjakan
sekecil-kecilnya kebaikan yang terdekat."
Bagi hati yang ceria, semua bisa dilaksanakan.
Semua yang hanya diimpikan tanpa tindakan,
akan menjadi penggelisah hati.
Sesungguhnya,
Keberhasilan itu dekat, bagi yang rajin,
tapi jauh bagi yang malas.
Maka,
Bermimpilah yang sebesar-besarnya,
tapi bersegeralah untuk mengerjakan
sekecil-kecilnya kebaikan yang terdekat."
Mario Teguh
Semua orang tentu ingin memiliki suatu penghidupan yang baik; kaya, terpandang, mempunyai nama besar dan tentu saja bermanfaat untuk sesama. Dalam arti kata, suatu kehidupan yang sukses. Dengan kesuksesan itu, kebahagiaan akan terasa.
Dalam mewujudkannya, banyak diantara kita yang benar-benar berhasil; sementara banyak juga yang tidak. Bahkan, banyak juga diantara kita yang sebaliknya: tidak melakukan apa-apa, hanya bisa diam dan sibuk mengumpulkan "jikalau" (dari alm. KH. Zainuddian MZ). Mencita-citakan sesuatu yang baik bagi kehidupan memang sudah menjadi fitrah manusia, tetapi mewujudkan dalam arti melaksanakan segala sesuatu yang mungkin bisa dilakukan adalah suatu keniscayaan. Tidak mungkin keberhasilan akan diraih tanpa adanya usaha; bahkan suatu keberhasilan akan membutuhkan suatu pengorbanan yang seimbang - semakin besar cita-cita keberhasilannya semakin besar pula pengorbanannya. Terkadang, pengorbanan yang dibutuhkan lebih besar lagi.
Dibutuhkan kesungguhan, komitmen dan dedikasi dalam mencapai sebuah kesuksesan disamping kebersegeraan dalam melakukan tindakan-tindakan kecil yang bisa dilakukan. Kesuksesan itu pun ada tingkatannya dan itu memerlukan suatu proses untuk memantaskan. Jika sudah mencapai suatu tingkat tertentu dan hasilnya telah diraih, maka bersiaplah dan lakukan segera pemantasan untuk tingkat selanjutnya. Contohnya, jika Anda ingin menjadi seorang penulis besar seperti J.K. Rowling ataupun John Grisham, mulailah dengan banyak membaca dan menulis. Latihlah keterampilan menulis Anda; semakin banyak semakin baik. Tangkaplah ide-ide yang 'berseliweran' di atas sana dan buat tulisannya langsung dengan mengetik langsung di komputer atau notebook; kalaupun tidak, catat dalam buku blocknote yang banyak tersedia di pasaran. Bila 'metode' terakhir ini yang Anda gunakan, bawalah selalu buku tersebut karena yang namanya ide bisa muncul kapan saja dan dimana saja. Setelah tulisan itu jadi, publikasikan dengan segera - entah itu ke surat kabar, majalah ataupun blog/website pribadi.
"Tidak ada satu jalan ke Roma; ada banyak jalan menuju kesuksesan. Yang terpenting adalah Anda ikhlas melakukan apapun yang mungkin Anda lakukan untuk mewujudkannya sekaligus ikhlas pula menerima hasilnya. Ingatlah, apapun yang Anda raih sekarang atau nanti, semua itu hanyalah sementara; jadikan dia sebagai modal untuk kepantasan dan hasil untuk tingkat yang lebih tinggi berikutnya...."
Arif Budiman, S.S.
Kamis, 30 Juni 2011
Mario Teguh Super Point 46 - Malas is Not My Culture
"Tidak ada strategi jangka panjang yang tepat,
tanpa keberhasilan jangka pendek.
Dan tidak ada impian yang patut dihormati,
tanpa kesediaan untuk menindak-lanjuti
rencana yang terdekat dengan segera.
Marilah kita menguatkan diri,
karena telah banyak sekali jiwa baik
yang sangat berbakat,
yang impian besarnya dihancurkan
oleh rasa malas yang paling kecil.
Tetaplah menjadi jiwa yang merajinkan diri."
Mario Teguh (Facebook)
tanpa keberhasilan jangka pendek.
Dan tidak ada impian yang patut dihormati,
tanpa kesediaan untuk menindak-lanjuti
rencana yang terdekat dengan segera.
Marilah kita menguatkan diri,
karena telah banyak sekali jiwa baik
yang sangat berbakat,
yang impian besarnya dihancurkan
oleh rasa malas yang paling kecil.
Tetaplah menjadi jiwa yang merajinkan diri."
Mario Teguh (Facebook)
"Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya". Siapa yang tak tahu pepatah ini. Orang yang rajin akan semakin pandai dalam sesuatu ilmu atau pekerjaan. Sementara orang yang hemat akan semakin kaya karena membelanjakan hartanya "tepat guna" dan mampu mencukupi apa yang dibutuhkan pada saatnya. Jika digabungkan, orang-orang dengan tipe ini akan sangat-sangat beruntung; bahkan disukai oleh yang ada di Langit dan di Bumi.
"Malas pangkal bodoh, boros pangkal miskin". Meskipun tak termasuk pepatah 'aseli', artinya sudah sangat jelas - lawan dari yang pertama. Orang yang malas akan semakin ketinggalan; sementara orang yang boros akan semakin miskin karena membelanjakan harta tidak secara ‘tepat guna’ alias efektif dan efisien. Jika digabungkan, orang-orang tipe ini jelas akan sangat- sangat merugi; bahkan tidak disukai oleh yang ada di Langit dan di Bumi.
Rasa malas memang ada dalam diri setiap manusia, betapapun rajinnya dia – karena setiap manusia memang diberikan potensi untuk itu. Tapi pada dasarnya itu hanyalah masalah pilihan; apakah tetap berada dalam keadaan terhanyut oleh ninabobok kemalasan yang menghancurkan atau bangkit dan bertindak dengan tegas lagi segera! Sejujurnya, rasa malas itu sangat ‘bermanfaat’ jika dikelola dan didayagunakan dengan baik. Misalnya, Anda malas jika hanya bisa mengerjakan satu pekerjaan dalam sehari atau bergaul dalam lingkungan yang tidak membesarkan dan membuat Anda tumbuh dengan baik. Tentu saja, “kemalasan” seperti ini akan bernilai sangat positif, konstruktif dan produktif.
Yang perlu Anda lakukan adalah bertindak dengan segera dalam rangka menindaklanjuti apa-apa yang sudah Anda rencanakan; bahkan dengan amat-sangat matang. Janganlah terlalu berfokus atau memikirkan hasil atau bagaimananya dalam proses pencapaian target! Seringkali terjadi bahwa apa-apa yang Anda khawatirkan yang menjadikan Anda menunda-nunda pekerjaan tersebut TIDAK TERJADI dalam kenyataannya. Kalaupun toh terjadi juga, Anda dengan refleks dan fleksibel akan menemukan cara-cara lainnya yang lebih baik*. Pemikiran atau perencanaan Anda adalah hasil dari kinerja otak Anda; begitu juga dengan pilihan (dalam hal ini tindakan) yang Anda pilih**. Dengan kapasitasnya yang begitu luar biasa – 30 juta sel syarat (neuron) yang setara dengan 30 trilyun Giga byte – akan sangat mempengaruhi Anda dalam dua hal. Yang pertama dalam merencanakan dan yang kedua dalam meyakinkah diri Anda melakukan tindakan. Artinya, jika otak Anda berkata “Saya mampu”, maka Anda mampu dan seluruh anggota tubuh Anda akan melaksanakan seluruh perintah otak Anda.
“Impian yang pantas dihormati adalah impian yang segera diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang bersegera. Keberhasilan jangka pendek akan menentukan strategi jangka panjang yang tepat; strategi jangka panjang yang tepat akan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan maupun kegagalan jangka pendek.”
Arif Budiman, S.S.
Referensi:
* Arsendatama, Al Falaq. Motivasi: Tips Mengatasi Rasa Malas. http://www.pengembangandiri.com/articles/56/1/Motivasi-Tips-Mengatasi-Rasa-Malas/Page1.html
** Sudrajat, Dwika. Motivasi untuk Bertindak. http://managingconsultant.blogspot.com/2011/04/motivasi-untuk-bertindak.html
Langganan:
Postingan (Atom)