Jumat, 25 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 21 - "The Paradox"

"PARADOX nasehat.

Untuk yang takut salah:

Kita diharuskan untuk berhasil,
maka kesalahan adalah hak,
yaitu pilihan kemungkinan yang logis
yang kita temui dalam perjalanan
mencapai keberhasilan.

Untuk yang takut mencoba:

Tugas kita bukan untuk berhasil,
tapi untuk mencoba.
Karena di dalam mencoba itulah
kita belajar dan menemukan
kesempatan untuk berhasil.

Untuk semua:

Orang yang berhasil adalah orang baik."

 

"Paradoks adalah suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis (apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; (2) asumsi; (3) kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dalam logika) yang diakui kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu konflik atau kontradiksi." (Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Paradoks)

"Paradoks"; kata ini, mungkin kita sudah kenal - setidaknya pernah mendengar. Terdengar memang 'aneh' dan sedikit 'nyentrik'; khas bahasa orang-orang Eropa. Dalam bahasa Indonesia, kata ini tidak memiliki padanan yang 'seimbang'; jadi diambil langsung dengan penyesuaian tulisan berdasarkan pelafalannya. 

Dalam kata "paradoks", tersembunyi banyak misteri. Salah satunya adalah misteri 'makna' atau kesimpulan. Makna atau kesimpulan yang 'dihasilkan' tidak satu, tapi beraneka ragam tergantung yang menarik kesimpulan atau maknanya. Dan, makna atau kesimpulan tersebut bisa 'denotatif', bisa pula 'konotatif'. Premis-premis-nya (sering) bertentangan satu sama lain, 'menuntut' orang berfikir bak seorang filsuf.

Tapi terkadang, definisi di atas tidak sepenuhnya benar. Dalam sebuah "paradoks" bertema "nasehat" misalnya, premis-premisnya saling berhubungan yang menciptakan koneksi 'hirarki' tertentu; walaupun di dalamnya ada premis-premis bernilai 'konotatif' atau berseberangan. Pelibatan premis-premis 'konotatif' ini bertujuan untuk mempertegas maksud serta 'target' nasehat. Premis-premis 'konotatif' ini pula juga sebagai 'pedoman' atau 'solusi cara' yang bisa ditempuh. Contohnya adalah sebagai berikut:

"Keberhasilan adalah hak semua orang; kesalahan juga hak semua orang untuk menggapai keberhasilan. Meskipun keberhasilan bukanlah 'harga mati' setiap usaha atau perjuangan, tapi 'kewajiban' insani adalah 'menyempurnakan' penyobaan-penyobaan. Dan, jika keberhasilan itu diperoleh, maka keberhasilan itu akan membaikkan orang yang mendapatkan; jika kegagalan yang diperoleh, maka kegagalan itu akan mengkayakan orang yang mendapatkan. Jadi, tidak ada yang terbuang percuma dari sebuah paradoks, apalagi paradoks nasehat bijak keberhasilan...."








Arif Budiman, S.S. 


Rabu, 23 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 20 - "Flying Without Wings"

"Engkau yang selalu mengatakan,

Memang mudah dikatakan,
tapi prakteknya susah!
dengarlah ini

Bukankah engkau ingin menjadi
orang besar yang damai, kaya, dan
terhormat di masa depanmu nanti?

Maka janganlah membiarkan
bayi baik yang dilahirkan oleh Ibumu itu
menjadi pemimpi besar yang malas,
suka mengkritik tapi mudah tersinggung,
dan
bertanya untuk membantah jawabannya.

Janganlah mempersulit bantuan."


Mario Teguh
http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880


"Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Sudi tetap berusaha jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara trus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bertingkah laku halus hai putra negri"
(A. Simanjuntak "Bangun Pemudi Pemuda") 

 
Kehidupan manusia di alam ibarat air yang mengalir di sungai; mengalir tanpa henti sesuai dengan 'pola' tertentu yang telah ditetapkan. Dia bermula dari tetesan-tetesan yang bersih lagi jernih yang muncul ke permukaan bumi. Tujuan dia diciptakan adalah sebagai rahmat bagi semesta alam sekaligus pemimpin dan guardian (pelindung) semua makhluk lain. Jika tetesan-tetesan rahmat itu tidak ada, buat apakah alam semesta ini diciptakan? Atas nama cinta dan kasih sayang-lah, semuanya diciptakan.

Dan, bagaimana dengan makhluk bernama manusia itu sendiri? Mereka-mereka yang lahir ke alam ini sesungguhnya adalah barisan kampiun. Mereka-lah makhluk-makhluk terpilih agar semua irama dan ritme perjalanan alam semesta yang menembus ruang dan waktu menjadi lebih 'bermakna' dan 'beraneka warna' serta abadi selamanya. Mereka adalah "Garda Republik Kerajaan Tuhan di Bumi"; mereka selalu penuh semangat dengan jujur dan ikhlas, yang tidak akan pernah menyerah dan berputus pengharapan - bahkan di saat mereka tidak mampu sekalipun. "A champion is someone who gets up even when they can't (= Juara sejati adalah dia yang tetap bangun dan optimis meski dia sebenarnya tidak bisa").

Lalu, bagaimana dengan barisan kampiun yang 'harus' berkata bahwa "mudah dikatakan, tapi susah dipraktekkan"? Ketahuilah, mereka sedang rapuh - suka mengkritik, malas, mudah naik pitam dan sebagainya; mereka laiknya bak macan yang kehilangan taringnya. Mereka lupa bahwa mereka adalah kampiun. Bukankah mereka menginginkan segala hal "ter-" - terpandang, terkaya, terkenal, termasyur, terbaik, tertinggi, terkuat dan sebagainya?

Berada dalam kondisi 'rapuh' memang sangat manusiawi; semua 'kampiun' itu pernah merasakannya. Perasaan jadi campur-aduk disertai dengan emosi yang makin memuncak akibat kegagalan-kegagalan, kekecewaan-kekecewaan bahkan sampai pada tingkat yang terbilang ekstrim; kehilangan kepercayaan terhadap sesuatu - yang dicita-citakan untuk digapai. Memang sangat tidak enak, sungguh!

"Kepercayaan akan datangnya bala bantuan Tuhan; jujur, ikhlas dan tetap dalam jalur yang lurus dalam doa, usaha dan tawakal merupakan kunci-kunci pembuka datangnya kebahagiaan sebenarnya. Jika 'tangan-tangan tak terlihat' Tuhan melambaikan bantuan telah tiba, tak ada satu kekuatan pun yang bisa menghalangi apalagi mencegah. Setelahnya, Engkau akan seperti burung yang terbang tanpa sayap....; flying without wings...."







Arif Budiman, S.S. 

Selasa, 22 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 19 - Antara Uang dan Karir

"Orang yang hanya mencari uang,
biasanya tidak memperhatikan kualitas karir.

Tapi,
orang yang berfokus pada membangun karir
akan membuktikan bahwa ternyata
uang itu menempel pada kualitas.

Orang yang berkualitas kehidupan keluarganya,
yang berkualitas karirnya,
dan yang berkualitas kontribusinya
bagi kebaikan sesama,
akan dikayakan bukan hanya dengan harta,
tapi juga dengan penghormatan dari sekitarnya."


Mario Teguh
http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880


Siapa yang tak ingin uang? Siapa yang tak ingin kaya? Semua orang ingin punya uang; uang yang sangat amat banyak (menghias angkasa....; eh, bukan uang, tapi 'bintang kecil'). Dengan uang, orang bisa beli apapun; rumah, mobil bahkan pesawat jet pribadi. Pokoknya, orang akan bisa 'bahagia' dengan banyak uang. Tidaklah mengherankan bila semua orang sibuk mencari uang; dari pagi hingga malam bahkan pagi lagi. Karena uang pulalah, banyak yang mencari 'jalan pintas'; korupsi, merampok, membunuh, menjual narkoba dan sebagainya. Bagi mereka ada satu prinsip: "Money is everything".

Uang memang bisa membeli sesuatu; bahkan (hampir) segala sesuatu. Tapi, uang bukanlah segalanya. Masih ada beberapa hal yang nilainya tak mampu dibeli dengan uang sebanyak apapun. Salah satunya adalah penghormatan akan kualitas diri. Celakanya, justru inilah yang (semakin) banyak dilupakan orang. Asal uang didapat, yang lain bolehlah lewat. Tak peduli; walau nanti hidupnya bakal 'dilaknat'! Segala potensi dan energi hanya fokus pada pencarian uang semata yang sangat sering mengorbankan kodrat manusia sesungguhnya!

Memang dalam membangun "penghormatan akan kualitas diri" membutuhkan 'biaya' tersendiri - dan biaya itu adalah uang. Semuanya memang perlu uang; bahkan untuk pendidikan yang jauh lebih tinggi. Itu sudah hukum alam! Tapi bukan itu maksudnya! Membangun "penghormatan akan kualitas diri" maksudnya mendayagunakan semua potensi yang ada - termasuk uang - untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, perasaan, pikiran, tindakan, kesabaran dan penerimaan diri terhadap hasil/realita dalam suatu proses berdimensi ruang dan waktu sehingga tercapai tingkat tertinggi; entah itu dalam kehidupan sehari-hari atau dalam karir. Biasanya, orang-orang seperti ini akan sangat enerjik dan highly inspired and motivated to be better and better everytime, everywhere. Jika ini yang dijadikan visi dan misi dalam falsafah atau moto hidup, maka pendapat sebagian besar orang akan posisi uang akan 'bergeser' ke arah yang lebih baik; uang bukanlah tujuan, tapi alat untuk mencapai tujuan 'sebenarnya' - bahagia di dunia dan akhirat.

So:
"Memperbaiki kualitas diri memang membutuhkan uang yang terkadang jumlahnya tak terbayangkan oleh 'logika matematika kemampuan ekonomi' semata; dia adalah investasi jangka panjang yang 'keuntungan' atau profit-nya akan Anda dapatkan kelak di masa depan. Anggap saja uang Anda itu adalah investasi dan Anda 'bermain' dalam sebuah 'pasar saham atau pasar modal sendiri'. Bedanya, Anda tidak akan pernah rugi; kalaupun keuntungannya tidak Anda dapatkan, orang lain yang mendapatkan akan 'membalas' dengan cara lain dan Tuhan akan mengizinkan 'pembalasan' itu dengan cara atau jalan yang tak diduga-duga. Jadi, berfokuslah pada upaya sistematis dan terencana untuk meningkatkan kualitas pribadi dan hidup Anda, lalu perhatikan apa yang terjadi...."







Arif Budiman, S.S.

Sabtu, 19 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 18 - Kebahagiaan vs Prasangka

"Engkau bertanya kepadaku,
mengapakah sulit bagimu
menemukan kebahagiaan.

Ini yang mungkin
bisa kau pertimbangkan,

Berfokuslah untuk mengisi hati
dan pikiranmu dengan kebaikan.

Janganlah engkau
menjadikan hati dan pikiranmu
sebagai pelabuhan bagi
prasangka buruk dan siasat keji.

Prasangka dan siasat itu
merampok waktumu
dan menjadikan
hari-hari kerjamu pendek
dan malam-malammu panjang
tanpa tidur."


Mario Teguh
http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880


Siapa yang tak pernah berprasangka? Prasangka - apakah itu baik atau buruk - seringkali menjadi salah satu dasar diambilnya satu keputusan. Atas dasar prasangka pula, dunia bisa berubah, peradaban berubah ke arah yang lebih baik atau (yang lebih sering) kehancuran. Lihatlah Perang Dunia I dan II yang 'pemicunya' tak lebih dari sekadar prasangka - prasangka buruk tentunya! Apa yang terjadi kemudian sungguh sangat mengerikan; jutaan orang tak berdosa harus meregang nyawa, peradaban manusia yang telah dibangun ratusan bahkan ribuan tahun binasa dan harkat-martabat manusia sebagai sebaik-baik makhluk ciptaan-Nya 'terjun bebas' menjadi sub-human - binatang. Semuanya, sekali lagi, bermula dari prasangka!

Tuhan telah membekali setiap manusia yang 'beruntung' lahir ke dunia dengan tiga 'senjata' utama; hati, akal dan nafsu. "Akal" berfungsi menerangi jalan dan 'membimbing' nafsu ke jalan yang baik dan lurus; sedangkan "nafsu", berfungsi sebagai 'bahan bakar nuklir-nya' hidup dalam menggapai setiap cita-cita atau keinginan. Sementara itu, "hati" berfungsi sebagai 'penengah' konflik antara akal dan nafsu. Insan pilihan atau terbaik adalah yang mampu menjadikan hatinya sebagai raja, akalnya sebagai panglima dan nafsunya sebagai budak. Sebaliknya, insan terkutuk adalah yang menjadikan nafsunya sebagai raja sehingga akal dan hatinya menjadi buta. Untuk lebih jelasnya, silahkan buka link berikut: http://kawansejati.ee.itb.ac.id/book/export/html/15061.

Di atas saya menyebutkan bahwa manusia yang lahir ke dunia adalah manusia 'beruntung'. Kenapa beruntung? Saudara-saudara, coba bukalah kembali pelajaran biologi bab reproduksi yang pernah kita pelajari semasa SMA. Pada saat terjadi konsepsi (pembuahan), jutaan - bahkan milyaran - sperma akan berenang menuju saluran tuba fallopii untuk membuahi satu-satunya sel telur. Dalam perjalanannya itu, semua sperma harus 'berjuang antara hidup-dan-mati' atau 'bersaing secara sengit'. Dan, hanya ada satu pemenang; sperma yang mampu 'bertahan' dan akhirnya membuahi sang telur! Tak akan ada sperma lain yang akan masuk karena membran pelindung sel telur akan segera mengeras. Jadi apa kesimpulannya? Setiap manusia yang lahir ke dunia adalah KAMPIUN. Dan tahukah Anda bahwa seringkali seorang 'kampiun' lahir akibat ketiadaan 'jalan lain'? Dia akan sangat termotivasi; segala ketakutan berubah menjadi keberanian yang meledak-ledak hingga mampu membuat keajaiban-keajaiban. Berkenaan dengan hal ini, Sun Tzu, seorang jenderal besar Cina Kuno, ahli strategi dan penulis Kitab "Seni Berperang (The Art of War)" pernah berkata "The good fighters of old first put themselves beyond the possibility of defeat, and then waited for an opportunity of defeating the enemy (= Prajurit yang baik adalah yang membuat diri mereka berada dalam kemungkinan untuk kalah, lalu menunggu kesempatan mengalahkan musuh")* Dalam sejarah, ada banyak tokoh yang telah membuktikan strategi ini; salah satunya adalah Panglima Thariq bin Ziyad - Taric el Tuerto - sang Penakluk Andalusia. **

Kembali ke quote Bapak Mario Teguh di atas, intinya adalah membiarkan segala kebaikan merasuki segenap jiwa, akal dan nafsu kita. Efeknya akan langsung terasa; jiwa menjadi tenang, hati menjadi lapang, pikiran menjadi melayang terbang menembus awang-awang dan nafsu 'terkekang' dalam rentang sehingga kebahagiaan akan teretas datang. Hati adalah cermin jiwa; maka jagalah dia sebaik-baiknya:

"Jaga.. Jaga... Jaga... Jaga... Jagalah hatimu
Jangan... Jangan... Jangan biarkan kotori hatimu

Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya illahi

Bila hati kian bersih, pikiran pun kian jernih
Semangat hidup kan gigih, prestasi mudah diraih
Namun bila hati busuk, pikiran jahat merasuk
Akhlak kian terpuruk, jadi mahluk terkutuk

Bila hati kian suci, tak ada yang tersakiti
Pribadi menawan hati, ciri mukmin sejati
Namun bila hati keruh, batin selalu gemuruh
Seakan dikejar musuh, dengan Allah kian jauh

Bila hati kian lapang, hidup sempit tetap senang
Walau kesulitan datang, dihadapi dengan tenang
Tapi bila hati sempit, segalanya makin rumit
Seakan hidup terhimpit, lahir batin terasa sakit"









Arif Budiman, S.S.

 

Jumat, 18 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 17 - Kedamaian Hati

"Engkau tak akan sampai
pada kedamaian hati
dan kebebasan tawa mu,
selama sikap mu dan
yang kau lakukan itu,
lebih kecil daripada cita-citamu.

Selama engkau tak tegas,
engkau akan tetap gelisah.

Engkau akan selalu merasa
dikejar sesuatu
yang mencemaskan mu,
saat engkau juga merasa
mengejar sesuatu yang tak jelas.

Tegaslah.

Segera lakukan yang harus kau lakukan.

Ketegasanmu menentukan kedamaianmu." 


Mario Teguh
http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880

"Di balik senyumku 
Aku menangis pilu
Dalam ruang jiwaku
Ada denyut kekosongan
Mengiris hatiku
Mengikis keyakinanku
Tentang cinta

Chorus:
Di dalam kesunyian aku rindukan
Kehadiranmu memelukku membelai syahdu
Oh Tuhan sampai kapan harus kucari
Kedamaian hati mewarnai hidupku

Di genggam tanganku
Ada sebongkah permata
Namun duri di hati
Sungguh perih tak tertahan
Menusuk hatiku
Runtuhkan keangkuhanku
Selama ini

Chorus:
Menusuk hatiku
Runtuhkan keangkuhanku

Chorus:
Oh..
Yang aku rindukan
Kedamaian hati

(Ari Lasso "Kedamaian Hati" http://lirik.kapanlagi.com/artis/ari_lasso/kedamaian_hati)

Sebuah tembang dari Ari Lasso membuka bahasan kita tentang suatu frase 'menggelitik' nan 'ideal'; kedamaian hati. Siapa yang tak mau hatinya damai, bahagia dan tak kurang suatu apa? Tidak ada! Semua manusia ingin damai; dengan kedamaian dia bisa melakukan segala hal yang 'seharusnya dia lakukan' bahkan 'yang dulunya mustahil' sekalipun! Dengan kedamaian yang dia miliki, apa-apa yang dilakukannya akan membuahkan prestasi-prestasi luar biasa yang tentu saja akan memuliakan diri dan kehidupannya beserta diri dan kehidupan orang-orang di sekitarnya; keluarganya - istri/suami dan anak-anaknya. Dengan kedamaian yang dimilikinya, hidupnya begitu lapang dan tawanya begitu lepas tanpa beban; tak ada yang perlu dia risaukan walaupun (harus) berkekurangan harta. 

Hati yang damai juga akan membuat alam pikirannya extended very rapidly; bak memuainya alam semesta dengan kecepatan sebesar 72 km/detik* - bahkan bisa jauh lebih cepat dari itu. "Kedamaian layaknya kebahagiaan hanya bisa dirasakan di hati". Sebuah peribahasa bernuansa semangat yang lain menyebutkan "Kedamaian hati adalah kedamaian sejati".** Mungkin inilah yang menjadi alasan mengapa orang-orang yang sudah 'menemukan dan larut dalam kedamaian hatinya' mampu mengukir sejarah agung peradaban umat manusia dengan torehan tinta emas. Tak lekang dimakan zaman!

Sekarang timbul sebuah pertanyaan; bagaimana cara menggapai "kedamaian hati" tersebut? Mungkin akan melahirkan begitu banyak 'versi' jawabannya; tergantung dari pengalaman hidup orang perorang. Namun secara keseluruhan, "kedamaian hati" membutuhkan satu sikap penting; perubahan atau hijrah. "Hijrah" dari segala sesuatu yang menghalangi tergapainya "kedamaian hati" yang dimaksud; sikap, pikiran, perbuatan, sudut pandang, 'penerimaan' yang lebih kecil dari cita-cita "kedamaian hati". Karena "kedamaian hati" adalah "cita-cita agung", maka agungkan/besarkanlah sikap, pikiran, perbuatan, sudut pandang dan 'penerimaan' diri Anda! "Kedamaian hati" akan terjadi bila Anda mampu membuat segala yang Anda miliki melejit dengan seimbang (balance).

Melejitkan segala yang Anda miliki membutuhkan suatu sikap lain, yaitu ketegasan. Artinya, Anda memiliki semangat berkomitmen tinggi dalam melakukan hijrah. Ketegasan akan meneguhkan hati dan mengeleminir segala bentuk kegelisahan dan kecemasan hingga pada titik nadir. Ketegasan juga akan membuat Anda fokus; tidak menghabiskan begitu banyak energi pada hal-hal yang 'tidak jelas'. Ketegasan akan mendorong Anda melakukan apa yang harus Anda lakukan dan bisa lakukan 'mulai detik ini'; tanpa perlu terlalu memikirkan apa yang akan terjadi besok pagi. Ketegasan Anda akan menentukan kedamaian hati Anda.
   
So:
"Ketegasan Anda dalam menjalankan cita-cita dengan segera dengan segala sesuatu yang Anda bisa akan membuat bibit-bibit kedamaian hati Anda tersemai di seantero alam semesta dan jagad raya - Anda sudah bahagia sebelum tercapainya cita-cita. Dalam perjalanannya akan Anda temukan begitu banyak hal-hal baru yang membuat Anda berkata 'oh ya?' - seolah-olah Anda adalah 'orang baru' setiap waktu; beginner's luck. Dan, perhatikan saja apa yang akan terjadi...."







Arif Budiman, S.S.
* http://tech.groups.yahoo.com/group/astronomi_indonesia/message/2735
** http://www.resensi.net/kedamaian-hati-adalah-kedamaian-sejati/2008/11/

Senin, 14 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 16 - Antara Keinginan dan Kemampuan

"Sesungguhnya,

Bukan keinginan yang
menjadi sumber penderitaan,
tetapi ketidak-mampuan.

Tertahannya keinginan
untuk mencapai kebaikan
adalah pemberitahuan untuk
memperbaiki kemampuan.

Orang yang sedang tidak mampu,
harus bekerja dengan giat
di dalam doanya,
agar dia dirahmati dengan rezeki
yang akan memampukannya.

Hormatilah keinginan Anda,
agar ia menghebatkan upaya Anda
dalam membangun kemampuan."


Mario Teguh
(Facebook)

Pada postingan Mario Teguh Super Point 15, saya sudah membahas posisi penting "keinginan" dalam kehidupan seorang manusia. Inti sari dari pembahasan tersebut adalah bahwa "keinginan" adalah roh-nya perbuatan, titik pangkal segala peristiwa. Dalam postingan kali ini, saya akan membahas "teman akrab keinginan", yaitu "kemampuan".

Seperti yang telah kita ketahui, "keinginan" akan menumbuhkan sugesti, semangat yang berkobar-kobar untuk menggapainya; semakin besar "keinginan" itu maka sugesti yang ditimbulkannya akan semakin besar pula. "Keinginan" tumbuh akibat yang memilikinya 'tidak punya' atau 'tidak memiliki' - atau secara halus 'belum memiliki'. Sebagai contoh, Anda "ingin" menjadi seorang penulis besar seperti Andrea Hirata, J.K. Rowling atau bahkan Mark Twain. Atau, "ingin" menjadi sesuatu yang jauh lebih besar; menjadi seorang presiden sebuah negara besar yang kuat. Setiap saat dan setiap waktu, Anda "membayangkan" dalam imaji Anda betapa 'enaknya' menjadi seorang seperti Andrea Hirata, J.K. Rowling, Mark Twain atau bahkan Barrack Hussain Obama; ya..., punya nama yang terkenal seantero negeri, punya banyak uang, punya banyak 'pemuja' dan seterusnya. Jika Anda memiliki ini, bagus sekali!

Tapi, itu tidaklah cukup. Anda harus berusaha, berdoa dengan ikhlas, sepenuh hati dan yakin; sesegera mungkin. Akan lebih baik jika Anda 'memiliki' bakat atau kemampuan dalam menulis atau politik sehingga jalan yang akan Anda tempuh menjadi lebih 'mudah'. Biasanya, orang akan cenderung 'bersemangat' dan 'senang' kalau dia memang memiliki bakat di bidang yang ingin dicapai prestasi luar biasanya - apakah berbentuk hobi atau semacamnya. Anda harus memiliki planning dalam hitungan waktu yang 'spesifik' serta target yang hendak dicapai. Dan, yang paling penting adalah komitmen dan konsistensi.

Dan selama proses tersebut, Anda mungkin sering harus 'berjibaku', jatuh bangun. Tak apa; syukuri saja karena hal itu lumrah. "Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda". "Kegagalan" walaupun menunjukkan "ketidak-mampuan" Anda - yang tentu saja akan membuat Anda menderita, patah semangat bahkan putus pengharapan, sebenarnya adalah semacam 'warning' atau 'pemberitahuan' dari Dzat Yang Maha Kasih supaya Anda memperbaiki cara-cara yang Anda tempuh sekaligus memperbaiki dan 'menyempurnakan' kemampuan yang Anda miliki. Secara umum, memperbaiki kualitas pribadi Anda agar 'pantas diberhasilkan'. Jadi, "kemampuan" adalah kualitas yang dibangun sebagai akibat langsung dari timbulnya suatu "keinginan". Yakinlah, suatu saat nanti Anda akan menikmati hasil perjuangan Anda yang 'manisnya' bahkan lebih 'manis' daripada yang pernah Anda bayangkan. Jikapun tidak, orang lain akan melakukannya untuk Anda - menghormati Anda dan menuliskan nama Anda dengan tinta emas peradaban umat manusia.

"Keputusan terletak di tangan Anda; Tuhan yang akan mengizinkannya sekaligus menyempurnakannya"

So?
"Tidak ada jarak antara keinginan dan kemampuan; keduanya adalah komplementer dan satu kesatuan utuh. Keinginan meningkatkan kualitas kemampuan sementara kemampuan menumbuhkan keinginan yang lebih besar."
Arif Budiman, S.S.

Mario Teguh Super Point 15 - Keinginan

"Keinginan adalah tenaga
bagi upaya untuk keluar
dari kekurangan.

Maka hindarilah melarang anak kita
dari menginginkan sesuatu
dengan alasan tidak ada uang.

Mereka akan tumbuh
menjadi orang dewasa
yang jika kekurangan,
tidak berani menginginkan.

Dan karena tidak ingin apa-apa,
mereka tidak berupaya.

Itu sebabnya
kita sering melihat orang
yang sedang kekurangan,
justru berlemah hati
dan takut mencoba."


Mario Teguh
(Facebook)

"Keinginan" tidak sama dengan "kebutuhan". "Kebutuhan" adalah segala sesuatu yang 'wajib' ada agar hidup dapat berlangsung dengan baik dan lancar. "Keinginan" adalah segala sesuatu yang 'tidak mutlak'; hanya dipenuhi jika "kebutuhan" telah diperoleh. Setidaknya, itulah definisi secara singkat.

Namun, "keinginan" memiliki ciri khasnya tersendiri. "Keinginan" sering ditafsirkan sebagai "kemauan" atau "cita-cita". Kata orang bijak; "Dimana ada kemauan di situ ada jalan". "Keinginan" atau "kemauan" adalah 'perintis', pembuka jalan bagi dilakukannya sesuatu. Berangkat dari sebuah keinginan, orang akan berusaha untuk mewujudkannya. Dari sebuah keinginan pulalah, harapan itu muncul dan tumbuh bak cendawan di musim hujan. Rentetan berikutnya dapat dipastikan adalah doa, ikhtiar dengan pengorbanan dan penerimaan hasil. Dan, dari kata "keinginan" pula lahirlah bayangan-bayangan indah di masa datang yang sering disebut sebagai "imajinasi" atau "khayalan" yang akan menimbulkan semangat, motivasi dan sugesti di pikiran yang memilikinya.

Energi "keinginan" begitu luar biasa; dia adalah 'energi potensial' bagi yang memiliki agar sesegera mungkin 'keluar' dari 'kekurangan' yang sedang dialami. Ya..., semangat untuk merubah nasib; energi positif yang timbul dari dalam diri pribadi. "Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum (pribadi) jika dia tidak berusaha mengubah nasibnya sendiri." Apa artinya? Artinya, manusialah yang menentukan - apakah ingin 'berubah nasib' atau 'tidak'; sementara Tuhan yang 'mengizinkannya'.

Akan tetapi, dalam masyarakat sering sekali kita temui adanya upaya-upaya 'pelemahan diri' yang datang dari luar diri "pengingin" yang 'melarang' mereka untuk mempunyai 'keinginan'. Alasannya bermacam-macam; salah satunya karena tidak memiliki uang. Padahal, uang bukanlah segalanya; bukan pula satu-satunya cara agar keinginan tersebut bisa 'diperoleh'. Selalu akan ada jalan - yang sebagian besar tidak disangka-sangka - yang datang dari 'langit dan bumi' bila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dengan niat yang baik. Kuncinya hanya satu: KESABARAN.

"Kesabaran" akan membimbing kita untuk selalu ikhlas dalam mencoba, berusaha, berdoa, menerima hasil 'sementara' dan yang paling penting tetap memelihara 'keinginan' dengan sebaik-baiknya dalam diri dalam keadaan hati yang kuat bagaikan seonggok adamantium (logam terkuat di dunia). Hanya masalah waktu kapan "keinginan" tersebut akan 'tercapai'. "Kesabaran" pula yang akan mensugesti kita untuk selalu dekat dengan Yang Maha Memberi dan tetap berbuat kebaikan. Dan, ujian akan datang silih berganti menerpa. Bagi orang-orang yang ikhlas dan teguh, ujian-ujian itu hanya 'cara Tuhan memperlakukan hamba-Nya dengan penuh kasih sayang"; Beliau mempersiapkan pribadi-pribadi pilihan-Nya untuk pantas mendapatkan "keinginan" tersebut dengan segala pertimbangan dan konsekuensi yang sepenuhnya bermuara pada kemaslahatan mereka. "Baalam laweh bahati lapang" - begitulah mereka 'dibesarkan'. Sering sekali apa yang akhirnya 'didapat' jauh lebih baik dari apa yang pertama kali ataupun yang pernah "diinginkan".


Jadi:
"Jangan pernah takut untuk memiliki keinginan; apapun itu. Memiliki keinginan adalah salah satu anugerah Tuhan yang terbesar - seperti halnya mimpi. Nikmatilah proses menuju 'pengabulan' keinginan itu karena kita akan 'didewasakan' sejalan dengan beriringnya ruang, waktu dan peristiwa-peristiwa di dalamnya; kita akan menjadi 'beraneka warna'. Orang yang tidak mempunyai keinginan adalah orang yang paling malang sedunia - mereka sebenarnya telah 'mati' dalam 'hidup'. Oleh karena itu, berdoalah agar kita terhindar dari kondisi seperti ini." 








Arif Budiman, S.S. 

Jumat, 11 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 14 - Takut Berbuat Salah

"Sejauh mungkin, sebisa mungkin,
lebih banyaklah melakukan kebaikan.

Janganlah membuat kesalahan hari ini.

Masukilah masa depan
sebagai pribadi yang damai
karena Anda meminimalkan kesalahan
yang bisa menjadi fitnah
yang menjatuhkan Anda nanti.

Perhatikanlah
orang-orang besar yang jatuh,
mereka jatuh karena kesalahan
yang mengijinkan kesalahan lain
di masa lalu
menjadi fitnah yang tak terbantah."


Mario Teguh
(Facebook)

Setiap insan di dunia ini pasti pernah membuat kesalahan; apakah itu besar atau kecil, sengaja maupun tidak. Berbuat salah adalah sesuatu hal yang biasa karena manusia hanyalah makhluk. Di sinilah, Tuhan memberikan rahmat karena kasih sayang-Nya.

Dalam kehidupan sehari-hari, apalagi dalam lingkungan pekerjaan atau karir, kita biasa dituntut untuk selalu 'benar' dan berbuat yang 'benar'. Sesuatu yang dilakukan secara 'benar' akan membuahkan hasil yang membahagiakan - apakah itu pujian, sanjungan, nilai yang tinggi, nama baik hingga kepada hal-hal berbau ekonomi - gaji yang besar atau kenaikan pangkat/jabatan misalnya. Tak akan ada orang yang melakukan sesuatu secara 'benar' atau berbuat yang 'benar' akan mendapatkan cacian, makian, cemoohan, penghinaan bahkan 'hukuman'. Setidaknya, itu dalam tataran 'teori'.

Lain halnya dengan kesalahan. Jika salah - baik dalam arti kata melakukan sesuatu tidak sesuai dengan 'prosedur' atau salah 'berbuat', orang yang melakukannya dapat dipastikan akan mendapat banyak 'masalah'; entah itu makian, ejekan, nama buruk, nilai jelek bahkan penurunan gaji/pangkat. Kesalahan ibarat momok menakutkan; hantu bagi kebanyakan manusia. Karena itulah, sejak turun-temurun kita selalu 'diajarkan' dan 'didoktrin' agar jangan pernah berbuat kesalahan - sekecil apapun. Semuanya harus sempurna.

Tapi, sebagian kecil diantara mereka - orang-orang besar - tidak pernah takut pada 'monster' bernama 'kesalahan'. Bahkan, mereka seperti punya 'nyali' dan 'senang' berbuat kesalahan (baca: sengaja atau 'rindu'). Mereka berkeyakinan kesalahan bukanlah akhir dari segalanya; kesalahan hanyalah satu 'peringatan' untuk memperbaiki kesalahan, memulai sesuatu dengan lebih baik lagi. Mereka tidak peduli - bahkan tidak takut - kepada orang-orang yang mencoba 'meracuni keyakinan' mereka, tidak peduli siapa yang 'mengkritik' - atasan atau orang-orang berkuasa. Bagi mereka, kesalahan jauh lebih baik dan 'bernilai' daripada tidak melakukan sama sekali. Intinya, mereka hanya takut pada keadaan 'takut untuk berbuat'.

Dalam melakukan sesuatu yang baru, tentu saja kita akan mengalami banyak kesalahan, kesulitan, masalah dan sebagainya. Sering sekali apa yang dalam 'ranah teori' tidak sepenuhnya ditemui dalam 'ranah realita'. Juga, apa yang dirasa 'indah' dan 'mudah' dalam 'ranah rencana' tidak selalu sesuai dengan 'ranah praktek'. Kualitas sesuatu merangkap orang yang melakukan sebenarnya terletak pada bagaimana caranya orang tersebut memperbaiki atau 'meng-adjust' kesalahan atau kenyataan yang dialami. Juga, apakah perbaikan tersebut dilakukan secara 'ala kadarnya' atau dengan sepenuh jiwa-raga. Nothing is perfect; so, nobody is perfect!

Saran kalimat Bapak Mario Teguh di atas adalah sedapat mungkin kita jangan melakukan kesalahan; terutama kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Jikapun harus salah dan jatuh, salah dan jatuhlah yang besar. Nikmatilah kesalahan yang kita buat karena dia akan memberikan pengalaman paling berharga dan kita akan menjadi 'ahli' di bidang itu. Wawasan kita pun akan bertambah..., dan makin luas.

So:
"Mistakes are not to be kept off; they just the only way to make everything better, more meaningful and more valuable" (= Kesalahan bukanlah untuk dihindari; kesalahan adalah satu-satunya jalan untuk membuat segalanya menjadi lebih baik, lebih berarti dan lebih bernilai)"



Arif Budiman, S.S.

Kamis, 10 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 13 - Ambisi

"Berambisilah.

Sesungguhnya,
ambisimu menentukan ketinggianmu.

Perbaikilah pengertian umum
yang salah mengenai ambisi.

Orang yang membenci ambisi
adalah mereka yang merasa
terlukai dan direndahkan oleh
ambisi orang lain.

Maka pastikanlah ambisimu,
yaitu kerinduanmu untuk menjadi
pribadi besar yang berwenang
memajukan kebaikan bagi
sesamamu dan alam,
menjadikanmu pribadi yang santun
dan penuh kasih."


Mario Teguh
http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880

“Ambisi itu sesuatu yang baik, setiap orang harus memilikinya. Karena ambisi merupakan cita-cita atau apa yang ingin dituju atau roh seorang manusia untuk survive dalam hidupnya. Kalau orang tidak memiliki ambisi, berarti dia tidak mengisi kehidupannya” (Tika Bisono MPsi Psi)*

"Ambisi". Sebuah kata yang mungkin sudah berada di otak kita yang sudah lama kita kenal. Setiap manusia pasti memiliki 'kata' ini. "Ambisi" sering dikonotatifkan maknanya menjadi sesuatu yang 'buruk'. Dalam praktek kehidupan sehari-hari, kita sudah terbiasa melihat "ambisi" dalam bentuknya sebagai sesosok "monster" - bahkan sudah terlalu biasa. Demi yang bernama "ambisi", yang haram menjadi halal dan yang bathil menjadi hak - semua sudah terbolak-balik. Semua cara dilakukan; asal cita-cita atau tujuan tercapai - persetan dengan segala resiko, konsekuensi atau akibat yang ditimbulkan baik selama proses mencapainya maupun setelah tujuan itu dapat diraih.

Tapi, benarkah "ambisi" itu sesosok monster hingga sebegitu "menakutkan"? Atau setidaknya, apa benar "ambisi" telah menjadi satu kata "eksklusif" sehingga membuat sebagian orang merasa 'jengah'? Kalau kita mencoba memikirkan, ternyata "ambisi" itu adalah sesuatu yang natural, alami yang diilhamkan Tuhan kepada setiap manusia. Masalahnya sekarang terletak pada konsep yang salah dan penggunaan makna dalam praktek kehidupan sehari-hari. Konsep yang salah (baca: keliru) akan melahirkan pemahaman yang salah/keliru yang menentukan penggunaan yang juga keliru/salah dalam kehidupan.

"Ambisi" - seperti yang telah disebutkan di atas - adalah nama lain dari "cita-cita". Secara umum (dalam arti positif), orang yang berambisi cenderung lebih bersemangat, lebih fokus dan lebih 'tahan banting' demi mencapai tujuan atau cita-citanya daripada orang yang 'tidak berambisi' - lebih tepatnya, tidak menggunakan potensi "ambisi" dalam dirinya. Mereka yang berambisi 'positif' akan mengerahkan seluruh kekuatan dirinya untuk merencanakan, melaksanakan dan menilai yang terbaik; berprestasi dan menghasilkan karya-karya luar biasa. Biasanya, mereka akan menggebu-gebu, terkadang tak sabaran yang sebenarnya jika dikelola dengan baik akan sangat membantu.

Lalu, bagaimana dengan ambisius? 
 
“Ambisius itu kata sifat dari ambisi. Yang namanya kata sifat ada positif dan negatifnya. Ambisi yang positif dimiliki oleh orang supaya bisa berprestasi dengan baik dan menghasilkan karya terbaik, sementara kalau yang negatif itu sebuah ambisi yang tidak sebanding dengan potensi yang dimiliki, sehingga dia akan memaksakan segala cara”  (Tika Bisono MPsi Psi)*

Dengan kata lain, "ambisius" adalah sikap "mau menang sendiri" bahkan "tak tahu diri"; cenderung memaksakan kehendak. Selanjutnya sudah bisa ditebak; segala cara akan dilakukan. Bagaimana bila 'ambisi' tidak tercapai? Ya..., mencari 'kambing hitam' atau paling tidak mencari-cari kesalahan yang tidak ada hubungannya dengan 'ambisi' itu sendiri - biasanya di luar kemampuan diri. Celakanya lagi, mayoritas kita "terperangkap" dalam konsep "ambisi" seperti ini.

Lalu bagaimana harus bersikap? Jawabannya hanya satu: Jangan takut berambisi. Seperti yang telah diungkapkan oleh Bapak Mario Teguh di atas, 'membenci' ambisi hanyalah sifat orang-orang 'kalah' dan 'terkalahkan' oleh orang lain dan zaman. Gambaran sifat 'tercela' karena hanya 'menerima'; bahkan, tidak beriman. Yang terpenting adalah memperbaiki pengertian atau pemahaman konsep makna kata "ambisi" itu sendiri sesuai dengan khittah-nya. Jadikan ambisi itu sebagai sesuatu 'kerinduan' yang membaikkan dan membesarkan dan menjadikan kita pribadi-pribadi yang penuh damai dan kasih sayang.

"Ambition is not a monster at all if it is utilized in the right manner" 




http://ksupointer.com/wp-content/uploads/2010/08/ambisi-kerja.jpg 




Arif Budiman, S.S. 

* http://www.untukku.com/artikel-untukku/ambisi-vs-ambisius-apa-bedanya-untukku.html

Rabu, 09 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 12 - "Garuda Di Dadaku"

"Siapa pun yang mengobarkan
semangatnya untuk menang,
harus menyiapkan keikhlasan
yang sama besarnya untuk
merasa damai saat dia dikalahkan.

Kemenangan adalah dampak logis
dari fokus yang utuh kepada
penggunaan kemampuan terbaik kita.

Dan kekalahan adalah tanda
bahwa kita harus memperbaiki diri.

Tapi, bola itu bulat.

Sehingga apa pun bisa terjadi.

Tuhan …
dengan Garuda di dada kami,
jayakanlah Indonesia.

Aamiin"


Mario Teguh
(Facebook)

Postingan Bapak Mario Teguh ini sebenarnya dimaksudkan untuk mendukung perjuangan Tim Merah Putih di ajang Piala AFF 2010 yang lalu. Postingan yang menggugah, menyemangati Tim Garuda agar terbang melintasi angkasa dengan perkasa. Tapi, yang saya akan bahas kali ini berfokus pada tiga "bait" pertama.

Ada baiknya kalau kita menyanyikan tembang "Garuda Di Dadaku" dari Netral terlebih dahulu:
"Ayo putra bangsa
Harumkan negeri ini
Jadikan kita bangga
Indonesia

Jayalah negaraku
Tanah air tercinta
Indonesia raya
Jayalah negaraku
Tanah air tercinta
Indonesia raya

Reff :
Garuda di dadaku
Garuda kebanggaanku
Ku yakin hari ini pasti menang..
Kobarkan semangatmu
Tunjukkan keinginanmu
Ku yakin hari ini pasti menang.." 

(http://lirikbaru.com/lirik-lagu-netral-garuda-di-dadaku.htm)

"Semangat". Kata yang sudah sangat tidak asing lagi bagi kita semua. "Semangat" dapat dimaknai sebagai suatu sikap pantang menyerah, kerja keras, fokus dan sebagainya. Dengan kata "semangat", kita bisa bertahan hidup; bangkit dari keterpurukan dan membuktikan kualitas kebesaran diri. "Semangat" adalah api, cahaya hati untuk ikhlas dalam berbuat dengan berfokus utuh pada satu hal. "Semangat" pula yang menjadi pemantik penggunaan kemampuan terbaik yang kita miliki. Dengan demikian, kemenangan atau kesuksesan pun akan lebih mudah untuk diraih.

Tapi, "semangat" punya 'konsekuensi logisnya' yang lain. Belum tentu "semangat" yang menggiring manusia untuk meraih kemenangan atau kesuksesan akan berakhir dengan kesuksesan. Seringnya bahkan malah "jatuh tapai"; terpuruk dalam kekalahan. Sering sekali orang dalam keadaan ini menjadi gamang; tak tahu apa yang harus diperbuat, sibuk mencari alasan-alasan tak relevan atau mundur teratur dari zona perjuangan. Tapi, itu hanya untuk orang-orang yang tidak memiliki keteguhan hati dan kesetiaan terhadap perjuangan hidupnya sendiri. Orang-orang yang jiwanya dibangun dan ditumbuhi dengan pola-pola sikap dan fikir seperti ini memiliki 'reservoir keikhlasan' untuk menerima kekalahan-kekalahan ataupun penaklukan-penaklukan; bahkan 'ukurannya' jauh lebih besar dari "semangatnya". 'Reservoir' ini kemudian dijadikan Tuhan bertambah besar seiring dengan "semangatnya" yang juga bertambah besar untuk berinstrospeksi dan memperbaiki diri. Hingga pada suatu saat, tujuan yang direncanakannya berhasil; bahkan lebih baik lagi.


"Laiknya bola, di dunia ini apapun bisa terjadi. Ingatlah bahwa tak selamanya roda selalu berada di bawah; kadang di atas kadang di bawah. Jika berada di atas, gelak tawa akan menyeringai riuh. Bila di bawah, gelak tawa 'tertahan yang menusuk' sudah menjadi lauk pauk. Selama kita masih punya iman, tetaplah semangat sambil terus mensyukuri apa yang kita punya. Asa itu akan selalu ada.... Di sana dan... di hati kita...."




 

Arif Budiman, S.S.

Selasa, 08 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 11 - Hati yang Menunda

"Berhati-hatilah dalam meyakini
bahwa
“Segala sesuatu akan indah
pada waktunya.”

Karena,
ada waktu untuk orang lamban,
dan ada waktu untuk dia yang cepat.

Keindahan itu lebih cepat datangnya,
jika kita tulus untuk segera memulai
dan setia bekerja sampai selesai.

Menunda tindakan yang baik
adalah menunda datangnya kebahagiaan,
sambil berendam di dalam kegelisahan.

Indahkanlah hidup Anda, segera."


Mario Teguh
(Facebook)

"Segala sesuatu akan indah pada waktunya". Sebuah kalimat surgawi. Sebuah kalimat yang menimbulkan rasa lega di hati. Sebuah kalimat yang sering membuat orang 'lupa diri'....!

Tunggu dulu! Kenapa kalimat ini membuat orang sering 'lupa diri'? Pertama kali mendengar atau membacanya, yang terasa tentu 'ketenangan' - meskipun pada waktu itu batin kita sedang gundah-gulana. Sebenarnya, ini bagus karena kita masih punya asa (lagi) di suatu masa. Namun jika kita 'terhanyut' dalam 'makna' tanpa berbuat apa-apa, itulah sumber masalah sebenarnya.

Idealnya, seseorang menggunakan kalimat ini untuk memotivasi diri sendiri; mungkin cocok menjadi pelipur lara saat sedang 'jatuh' bahkan ditambah dengan 'tertimpa tangga'. Setelah itu, dia akan bangkit dan berkata: "Saya adalah sang juara. Kegagalan ini hanya untuk sementara. Suatu saat nanti saya akan membuktikan siapa yang menjadi pecundang sebenarnya". Sugesti tersebut langsung terekam di otak dan disebarkan ke seluruh anggota tubuh, termasuk anggota gerak. Energi yang dihasilkannya pun sangat luar biasa. Kreativitas pun 'meletus' sampai repot sendiri dibuatnya. Dia segera memulai dan setia hingga selesai. Dan..., jiwa dan raganya akan merasakan keindahan dalam makna yang sebenarnya.

Sebaliknya, maknanya akan 'terdistorsi' jika yang membaca (atau yang mendengar) tetap berada dalam kondisinya semula, seperti sedia kala. Tak mau beranjak sedikitpun; toh akan indah juga pada akhirnya - begitu kata mereka. Padahal, waktu itu ibarat anak panah; sekali terlepas tidak akan pernah bisa berbalik arah. Menunda hanya akan menambah nestapa; bisa bertransformasi menjadi penyesalan nantinya jika tidak segera.

Intinya: 
"Don't wait till tomorrow what you can do today"







Arif Budiman, S.S. 

Sabtu, 05 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 10 - The Power of Doa

"Tidak ada orang
yang sebagaimana pun gagahnya,
yang tidak pernah berdoa
dalam ketakutan karena ancaman
terhadap kebaikan hidup
dan keselamatan jiwanya.

Rasa takut adalah rahmat
yang mendekatkan kita kepada Tuhan,
yang mengharuskan penyerahan total
kepada kekuasaan dan perlindungan-Nya

Jika kita bersama Tuhan,
kekalahan pun adalah sebuah kemenangan.

Keberanian adalah rasa takut yang meyakini doanya."


Mario Teguh
http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880


Pada postingan terdahulu (Mario Teguh Super Point 7), saya sudah mengulas tentang makna sebuah kata, yaitu "berdoa". Tidak ada orang yang tidak pernah melakukan pekerjaan ini; seberapa gagah, kaya atau 'sombongnya' dia di dunia. Berdoa adalah 'keharusan'; manusia tidak lengkap tanpa berdoa. Manusia diciptakan sebagai hamba sekaligus wakil Tuhan di dunia. Karena itu, manusia mau tidak mau harus 'berdoa'; meminta apapun yang dibutuhkannya dalam menjalankan tugas-tugas mulia itu sehari-hari.

Rasa takut memang ada dalam setiap diri manusia. Rasa takut akan membuat manusia sangat berpotensi meraih hal-hal luar biasa dalam hidup. Rasa takut akan mendekatkan hubungan manusia dengan Sang Pencipta karena semua urusan manusia berhasil atau tidaknya bersifat DIIJINKAN. Jika berhasil, keberhasilan itu adalah 'izin' Tuhan agar manusia yang mendapatkannya merasa bahagia dan bersyukur. Jikapun tidak, kegagalan itu juga adalah 'izin'; izin agar manusia yang mendapatkannya terus berusaha dalam cara-cara yang lebih baik sampai tujuan itu tercapai - yang bukan tidak mungkin akan 'bernilai' lebih besar dari yang pernah terlintas dalam benak; seperti kata pepatah "Mundur satu langkah untuk maju seribu langkah".Usaha-usaha tersebut harus dibarengi dengan doa dan sikap menyerahkan sepenuhnya selain hal-hal di luar kemampuan manusia itu sendiri.

Kebanyakan manusia jika ditimpakan kepadanya "kegagalan" - dalam bentuk apapun, cenderung berputus asa. Padahal, putus asa sangatlah tercela bahkan 'dibenci' oleh Tuhan. Tuhan pernah berfirman dalam surat Yusuf ayat 87: "... dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". Artinya, "berputus asa dari rahmat Tuhan" termasuk tanda-tanda orang kafir. Sesungguhnya dalam setiap kegagalan dan peristiwa yang telah terjadi, masih ada asa (harapan) di sana. Berpikiran positif-lah!

Tetaplah memelihara mimpi dan beranikanlah diri dan hati dalam berbuat dan mengambil keputusan! Yakinlah dengan kekuatan extraordinary doa dan kekuatan pikiran positif yang dimiliki! Berani adalah 'sinyal mata hati nurani' yang sepenuhnya meyakini akan terkabulnya doa yang dipintakan. Untuk 'hijrah' ke posisi ini, apalagi jika hati tetap bersikeras untuk 'diam di tempat' dan terus melanjutkan hal-hal atau perbuatan-perbuatan yang tidak akan membuat kita menjadi besar dan menjaga kehormatan diri dan orang-orang terdekat, memang terasa sangat sulit! Sulit-tidaknya adalah konsep yang kita bangun dalam diri; dalam memori pikiran, hati dan driver anggota tubuh. Sekali mengatakan 'sulit', maka dia akan 'sulit'. Ibarat virus!


"Cobalah dengan ikhlas dan konsep pikiran yang bersih dari distorsi apapun, termasuk cinta yang 'membutakan'. Fokuslah segala daya, upaya, pikiran dan tenaga; lalu, perhatikan apa yang akan terjadi..."


  




Arif Budiman, S.S.
  

Rabu, 02 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 9 - Ketakutan Menghadapi Masa Depan

"Ketakutan mengenai ketidak-pastian masa depan
adalah perasaan yang lebih kuat daripada
ketakutan terhadap kemiskinan.

Mungkin itu sebabnya,
banyak orang lebih memilih tidak bertindak
karena ketakutannya mengenai masa depan,
dan hidup seperti berjalan sambil tidur,
menuju kelemahan hidup.

Jika kita beriman, seharusnya kita lebih berani."


Mario Teguh
http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880


Pada postingan sebelumnya, saya sudah membahas arti penting "keberanian". Secara garis besar, keberanian 'wajib' dimiliki bagi individu-individu yang menginginkan adanya perubahan dalam hidup untuk mengejar apa yang dicita-citakan. Singkatnya, tidak ada perubahan apapun tanpa dilandasi dengan keberanian.

Sementara itu, ketakutan akan menghambat bahkan menjauhkan kita dari cita-cita besar yang ingin dicapai. Memang sangatlah manusiawi memiliki perasaan takut - terlepas apakah besar atau kecil. Kita semua dibekali potensi yang sama besar; untuk berani dan untuk takut. Masalahnya, jika berlebihan atau 'terlalu' - termasuk perasaan takut, tentu yang rugi diri kita sendiri.

Dalam konteks mewujudkan cita-cita, ketakutan perlu dikelola dengan baik. Misalnya, mentransformasikan perasaan takut menjadi sikap hati-hati, mawas diri dan sebagainya. Dengan demikian, kita akan selalu 'berada pada jalurnya' alias tetap fokus.

Kebanyakan orang sering salah kaprah dalam memaknai perasaan takut. Mereka memang ingin memiliki kehidupan yang lebih baik dari sekarang, untuk anak-cucu bahkan. Tapi, mereka cenderung lebih suka sebatas membuat rencana-rencana besar. Begitu sampai pada tahap 'eksekusi' atau pelaksanaannya, mereka 'gamang', takut, cemas begitu sadar akan segala resiko dan tantangan yang harus dihadapi. Mereka berpikir negatif, ragu akan masa depan yang memang tampak 'tak pasti'. Padahal, masa depan itu belum terjadi; masa depan ditentukan oleh masa kini - whatever it is. Mereka lalu surut, mundur, menyerah kalah sebelum berperang. Pada akhirnya, mereka 'menyesal' mengapa tidak (berani) melakukan apa yang seharusnya dilakukan (dulu). Lalu, mereka mencari 'kambing hitam'; tidak (berani) menginstrospeksi diri sendiri. Cita-cita besar itu kemudian hanya tinggal dalam 'kenangan' yang tak akan mungkin terwujud - menurut mereka. Mereka tetap hidup seperti 'apa adanya'.

Jadi, janganlah takut akan masa depan! Yang kita butuhkan hanyalah sedikit keberanian untuk mencoba dan berusaha semaksimal mungkin sebatas kemampuan. Lagipula, Tuhan tidak pernah 'mewajibkan' hamba-Nya untuk berhasil dalam setiap usaha. Jika nantinya kita gagal juga, setidaknya kita pernah membuat Tuhan 'tersenyum' karena kita menjalankan perintah-Nya dalam ikhlas dan iman. Kalaupun (masih) ada juga penyesalan itu, tingkatannya tidaklah separah yang kita rasakan kalau kita tidak berbuat apa-apa. Kita masih bisa 'tersenyum' menghadapi dunia.








Arif Budiman, S.S. 

Mario Teguh Super Point 8 - Keberanianku Kecintaan Tuhanku

"Ini pesanku kepadamu,

Isilah hatimu dengan keberanian.

Sesungguhnya keberanian adalah
bentuk gagah dari keikhlasan hatimu.

Jika engkau memberanikan diri
di atas semua batasanmu,
karena kecintaanmu untuk
menguntungkan sesamamu,
maka kehidupan surgamu
telah kau mulai dalam
kehidupan duniamu.

Tuhan Langit Dan Bumi
tak akan mengecewakan jiwa
yang gagah dan ikhlas seperti mu.

Engkau jiwa kecintaan Tuhan."

"Keberanian" berasal dari kata "berani" yang dalam Bahasa Inggris disebut sebagai "brave". Artinya "possessing or exhibiting courage or courageous endurance (= memiliki atau menunjukkan keteguhan hati atau ketabahan)*". Jadi, arti "keberanian" itu adalah suatu sikap memiliki atau menunjukkan keteguhan hati atau ketabahan. "Keberanian" merupakan sikap mental konstruktif yang menjadi 'ujung tombak' tercapainya banyak hal-hal atau cita-cita besar dalam sejarah peradaban manusia. Dengan kata lain, "keberanian" adalah modal dasar untuk maju.

Orang yang mengatakan pada dirinya "Saya adalah orang yang berani", dalam memori otaknya sudah terekam kata-kata itu secara otomatis; apalagi bila dia memahami arti kata-kata yang diucapkannya itu. Setelah itu, otak mengirim impuls-impuls listrik berisi 'perintah' kepada seluruh anggota tubuh agar 'mengeksekusi' arti kata-kata yang baru diucapkan. Itulah sebabnya mengapa saat kita menyatakan bahwa kita "berani", perasaan-perasaan negatif yang kontraproduktif seperti takut, cemas dan sebagainya akan "hilang". Hilangnya perasaan-perasaan ini dibarengi dengan munculnya semangat, optimisme, kreativitas dan sebagainya.

Ada banyak berani yang bisa muncul, diantaranya**: 
  • Berani menentukan cita-cita yang tinggi
  • Berani bangkit lagi dari kegagalan
  • Berani belajar dari kelemahan dan kesalahan
  • Berani membayar harga untuk keberhasilan
  • Berani memastikan untuk berjuang sampai sukses
Orang-orang yang mempunyai keberanian tidak akan mudah berputus asa. Dengan keberaniannya, dia akan terus berusaha sekuat tenaga mencapai cita-cita dan menyerahkan selebihnya kepada Tuhan. Dia percaya bahwa suatu saat nanti - cepat atau lambat - akan berhasil; hanya masalah waktu. Dalam dirinya, seluruh kekuatan luar biasa dan potensial sudah bergabung; pikiran, perasaan, sugesti dan sebagainya. Hasil 'penggabungan' ini akan melahirkan pribadi-pribadi dengan jiwa-jiwa yang pantang menyerah dan penuh keikhlasan.

Bagi mereka yang berani, dibalik seluruh batasan yang dimiliki masih ada pengharapan; berapapun ukurannya. Tuhan dan apa-apa yang ada di Langit dan di Bumi tentu tak akan menyia-nyiakan mereka. Walaupun hasil yang diperoleh tidak sempat mereka kecap sendiri, orang lain akan merasakannya - terdekat atau bahkan terjauh - yang akan mengingat jasa-jasa dan perjuangan mereka dan mengirimkan doa.



http://www.martinfrost.ws/htmlfiles/nov2006/victoria03.jpg


Arif Budiman, S.S.