Senin, 20 Juni 2011

Mario Teguh Super Point 42 - Kemarahan Pembuat Besar

"Anda dikenal melalui pertarungan yang Anda pilih.

Karena,

Apa pun yang Anda perjuangkan melalui pertarungan,
pasti merupakan sesuatu yang penting bagi Anda.

Jika Anda bertarung untuk hal yang kecil dan tidak penting,
maka kecil dan tidak pentinglah Anda.

Jika yang Anda perjuangkan adalah hal-hal yang baik dan bernilai,
maka baik dan bernilailah Anda.

Periksalah nilai dari yang membuat Anda marah".

Mario Teguh (Facebook)


Kita semua pasti pernah marah; kita marah karena orang lain tidak seperti yang kita harapkan. Atau, kita marah karena orang lain berpikiran dan menilai sesuatu tidak sama dengan kita. Marah adalah suatu yang alami dan sudah menjadi 'bagian diri kita' sejak diciptakan-Nya.

Namun, marah yang terlalu lebay atau tidak pada tempatnya justru akan membuat kehancuran. Segala usaha yang telah kita kerjakan dalam kurun waktu yang lama untuk menggapai sebuah cita-cita akan kandas di tengah jalan; layu sebelum berkembang. Atau setidaknya, 'kenikmatan' perjuangan tersebut akan terasa hambar. Untuk itu, semuanya perlu dikelola dengan baik - tak terkecuali dengan marah (manajemen marah)*. Dengan begitu, marah yang destruktif - merusak - dapat dihindari; karena marah yang seperti ini akan bersifat sangat kontra-produktif dengan apa yang kita lakukan untuk sebuah cita-cita.

Marah - dalam sebuah makna - dapat diartikan sebagai sebuah bentuk 'pertarungan'. Pertarungan untuk menjadi orang berhasil atau besar atau justru menjadi orang kalah atau pecundang. Orang yang marah dalam 'pertarungannya' menandakan bahwa sesuatu yang ingin dia capai dalam usaha dan perjuangannya mempunyai arti penting tersendiri baginya, yang mungkin bagi orang lain tidak (begitu) berarti atau malah kurang berarti. Ini semata-mata adalah sebuah pilihan!

Mungkin kita pernah melihat ada sebagian orang yang begitu 'marah' alias 'ngototnya' mencapai sesuatu yang kecil yang sudah biasa dilakukan orang. Mereka - biasanya - cenderung egois dan tidak mau menerima masukan dari pihak manapun. Dalam taraf ekstrim, mereka bahkan menolak mentah-mentah sesuatu saran yang sebenarnya jauh lebih baik; entah itu berupa cara 'alternatif' atau pilihan-pilihan lainnya agar mereka mendapatkan kesuksesan yang lebih. 

Sebaliknya, kita juga mungkin pernah melihat sebagian orang - sebagian kecil, tepatnya - yang begitu 'ngotot' mencapai sesuatu yang menurut orang lain tidak mungkin, tidak akan bisa atau mustahil; ya, sesuatu yang grandeur atau besar sekaligus priceless atau berharga/bernilai. Mereka tidak peduli; bahkan menjadikan ocehan atau cemoohan itu sebagai bahan bakar 'cadangan' berkekuatan besar. Mereka punya visi mereka sendiri, didukung sumber daya dan potensi yang mereka miliki plus keyakinan. Jika pun mereka 'harus' gagal, mereka akan cepat bangkit dan bertahan; karena menurut mereka, 'kegagalan yang sebenarnya' adalah gagal mencapai sesuatu yang besar. Artinya, 'kegagalan-kegagalan kecil' hanya akan membuat mereka menjadi lebih siap dan 'berkonsolidasi diri' lebih cepat, masif dan tepat - mereka tidak akan pernah kecewa sedikitpun. Jika mereka menggapai keberhasilan-keberhasilan kecil, nilainya akan menjadi ganda; modal besar untuk menggapai suatu keberhasilan besar yang mereka cita-citakan. Jikapun pada akhirnya 'digagalkan oleh-Nya', mereka tetap bisa tersenyum - meskipun Tuhan tidak akan mendzalimi insan-insan yang melayani-Nya. Bagi mereka, segala bentuk masukan akan memperkaya wawasan dan ide-ide; nothing to lose!

Kedua contoh di atas memiliki satu perbedaan yang nyata; yang pertama - orang-orang yang 'ngotot' terhadap sesuatu yang kecil' - pada hakikatnya menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang kecil, kerdil, bermental 'anak-anak', tidak penting dan sebagainya. Sebaliknya, yang kedua - orang-orang yang 'ngotot' pada sesuatu yang hebat, besar dan bernilai - sebenarnya menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang besar - setidaknya calon orang-orang besar yang memiliki nilai tinggi dalam masyarakat, bangsa dan negara. Dan sekali lagi, this is all about choice you made!

Jadi, bukan marahnya yang menjadi persoalan; tetapi pada kualitas dan makna di balik marah-nya itu - yang membuat adanya perbedaan. "Orang kuat itu bukan orang yang badannya besar dan kekar. Orang kuat adalah orang yang bisa menahan amarahnya"**.






Arif Budiman, S.S.

Artikel terkait:
*Marzuki, Nevy. Dadang Hawari - Manajemen Marah. http://hnf66.multiply.com/journal/item/10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar