Rabu, 02 Februari 2011

Mario Teguh Super Point 9 - Ketakutan Menghadapi Masa Depan

"Ketakutan mengenai ketidak-pastian masa depan
adalah perasaan yang lebih kuat daripada
ketakutan terhadap kemiskinan.

Mungkin itu sebabnya,
banyak orang lebih memilih tidak bertindak
karena ketakutannya mengenai masa depan,
dan hidup seperti berjalan sambil tidur,
menuju kelemahan hidup.

Jika kita beriman, seharusnya kita lebih berani."


Mario Teguh
http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880


Pada postingan sebelumnya, saya sudah membahas arti penting "keberanian". Secara garis besar, keberanian 'wajib' dimiliki bagi individu-individu yang menginginkan adanya perubahan dalam hidup untuk mengejar apa yang dicita-citakan. Singkatnya, tidak ada perubahan apapun tanpa dilandasi dengan keberanian.

Sementara itu, ketakutan akan menghambat bahkan menjauhkan kita dari cita-cita besar yang ingin dicapai. Memang sangatlah manusiawi memiliki perasaan takut - terlepas apakah besar atau kecil. Kita semua dibekali potensi yang sama besar; untuk berani dan untuk takut. Masalahnya, jika berlebihan atau 'terlalu' - termasuk perasaan takut, tentu yang rugi diri kita sendiri.

Dalam konteks mewujudkan cita-cita, ketakutan perlu dikelola dengan baik. Misalnya, mentransformasikan perasaan takut menjadi sikap hati-hati, mawas diri dan sebagainya. Dengan demikian, kita akan selalu 'berada pada jalurnya' alias tetap fokus.

Kebanyakan orang sering salah kaprah dalam memaknai perasaan takut. Mereka memang ingin memiliki kehidupan yang lebih baik dari sekarang, untuk anak-cucu bahkan. Tapi, mereka cenderung lebih suka sebatas membuat rencana-rencana besar. Begitu sampai pada tahap 'eksekusi' atau pelaksanaannya, mereka 'gamang', takut, cemas begitu sadar akan segala resiko dan tantangan yang harus dihadapi. Mereka berpikir negatif, ragu akan masa depan yang memang tampak 'tak pasti'. Padahal, masa depan itu belum terjadi; masa depan ditentukan oleh masa kini - whatever it is. Mereka lalu surut, mundur, menyerah kalah sebelum berperang. Pada akhirnya, mereka 'menyesal' mengapa tidak (berani) melakukan apa yang seharusnya dilakukan (dulu). Lalu, mereka mencari 'kambing hitam'; tidak (berani) menginstrospeksi diri sendiri. Cita-cita besar itu kemudian hanya tinggal dalam 'kenangan' yang tak akan mungkin terwujud - menurut mereka. Mereka tetap hidup seperti 'apa adanya'.

Jadi, janganlah takut akan masa depan! Yang kita butuhkan hanyalah sedikit keberanian untuk mencoba dan berusaha semaksimal mungkin sebatas kemampuan. Lagipula, Tuhan tidak pernah 'mewajibkan' hamba-Nya untuk berhasil dalam setiap usaha. Jika nantinya kita gagal juga, setidaknya kita pernah membuat Tuhan 'tersenyum' karena kita menjalankan perintah-Nya dalam ikhlas dan iman. Kalaupun (masih) ada juga penyesalan itu, tingkatannya tidaklah separah yang kita rasakan kalau kita tidak berbuat apa-apa. Kita masih bisa 'tersenyum' menghadapi dunia.








Arif Budiman, S.S. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar